3. Ruanglingkup, tujuan dan faedah mempelajari akhlak

Juni 24, 2010

A. Ruang lingkup mempelajari akhlak

       Dengan memperhatikan definisi ilmu akhlak secara seksama, maka akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah tentang perbuatan-perbuatan manusia secara kategorisnya apakah suatu perbuatan itu tergolong baik atau buruk. Ilmu Akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dengan demikian, maka obyek pembahasan ilmu akhlak itu berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Untuk menilai sesuatu baik atau buruk, maka kita menggunakan ukuran yang bersifat normatif. Untuk menilai sesuatu benar atau salah, maka kita menggunakan kalkulasi yang digunakan oleh akal fikiran.

       Karena ilmu akhlak sebagai ilmu yang berdiri maka banyak para pemikir dan cendekiawan yang membidangi serta mengkajinya antara lain : Muhammad Ghozali dalam kitabnya : ” Khuluq al-Muslim ( Akhlak orang Muslim ) ”, Ahmad Amin dalam kitabnya : ” Al-Akhlaq ( Ilmu Akhlaq ) ” . Akan tetapi sebelumnya dapat pula kita jumpai Abu Ali al-Khozin Ahmad Ibnu Muhammad bin Ya’kub atau yang lebih terkenal dengan Ibn Miskawaih dalam kitabnya : ” Tahdzib al-Akhglaq ( Pendidikan Akhlaq ) ” dan Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid al-Ghozali dalam kitabnya : ” Ihya’ Ulum ad-Din ( menghidupkan Ilmu-ilmu Agama ) ”. Selain itu Murtadha Muntahari dalam kitabnya : ” Falsafah Akhlaq ” serta Mustofah Zuhri dalam bukunya : ” Kunci Memahami Ilmu Tasawuf ” dan lain-lain. Dengan mengemukakan beberapa literatur tersebut diatas, telah membuktikan bahwa keberadaan ilmu akhlak sebagai disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti tafsir, taukhid, fiqih, sejarah Islam dan sebagainya.

       Maka dari pokok masaalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah ” perbuatan manusia ”. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kreterianya apakah baik atau buruk. Dalam kaitan dengan ini Ahmad Amin mengatakan : ” Obyek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia, selalu menentukannya mana yang baik dan mana yang buruk[1]. Sedangkan Muhammad al-Ghozali menjelaskan bahwa kawasan pembahasan Ilmu Akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu ( perseorangan ) maupun kelompok[2]. Jadi, ilmu akhlak tidak hanya membahas tingkah laku yang bersifat individual, melainkan juga tingkah laku yang bersifat sosial atau dengan kata lain ” ada akhlak yang bersifat perorangan dan ada pula akhlak yang bersifat kolektif ”.

       Dengan memperhatikan uraian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan ilmu akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dalam keadaan sadar, atas kemauannya sendiri, tidak dipaksakan, secara sungguh-sungguh dan sebenarnya, serta bukan perbuatan yang pura-pura atau bersandiwara. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik ataukah buruk diperlukan tolak ukur, yaitu baik dan buruk menurut siapa dan apa ukurannya.

B. Tujuan mempelajari Akhlak

       Sebenarnya manusia itu mampu untuk menyelidiki gerakan jiwanya, perkataan dan perbuatannya, lalu memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Maka dengan mempelajari ilmu akhlak, manusia akan mampu mengekspresikan perbuatan, tingkah laku, perkataan yang yang baik dan bijak. Sebenarnya pelajaran akhlak merupakan penjabaran dari takwa sebagai manifestasi penerapan akidah dan praktik ibadah, sehingga dengan mempelajarinya manusia diharapkan mampu mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk menuju ridha Allah Saw. Apa yang dilakukan oleh manusia mungkin bersangkutan dengan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Setelah manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian diresapkan di dalam hati sehingga perbuatannya akan timbul dari kesadaran sendiri, bukan paksaan dari luar. Lalu seseorang itu akan tersadar bahwa dirinya adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Sebagaimana Ahmad Amin mengatakan :

” Dengan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya, kita lalu dapat memilih mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat dholim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk ”[3].

 Adapun tujuan mempelajari akhlak adalah untuk membersihkan kalbun dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur Cahaya Tuhan[4].

Dari paparan tersebut diatas telah menunjukkan kepada kita bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Setelah mengetahui hal-hal yang baik, maka seseorang terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat darinya, akan tetapi sebaliknya setelah mengetahui hal-hal yang buruk, maka seseorang terdorong untuk meninggalkannya. Selain itu, ilmu akhlak juga berguna untuk membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Manusia memiliki unsur jasmani dan rohani. Aspek jasmani kita bersihkan secara lahiriah melalui ” fiqih ”, sedangkan aspek ruhani kita bersihkan secara bathiniah melalui ” akhlak ”. Jika hal ini tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang bisa melahirkan perbuatan terpuji. Dari perbuatan terpuji lalu terciptalah masyarakat damai, harmonis, rukun dan sejahtera lahir dan batin, serta bahagia di dunia dan akhirat. 

C. Faedah mempelajari Akhlak

       Ilmu akhlak atau akhlak yang mulia itu berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusiadi segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi modern dan berakhlak mulia tentu saja akan memanfaatkan ilmunya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan tehnologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak diserta dengan akhlak yang mulia, maka dia akan menyalahgunakan apa yang dimilikinya dan menimbulkan bencana di muka bumi ini.

       Maka dari itu faedah akhlak bukan hanya dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara. Manusia tanpa akhlak akan kehilangan derajat kemanusiaannya, bahkan akanb lebih rendah derajatnya dari pada binatang.

       Apabila aktivitas akal manusia tidak dibimbing dengan akhlak yang mulia, maka kehancuran dalam masyarakat tidak dapat dibendung lagi. Akal dangan modal tanpa moral tidak akan menyejahterakan manusia, melainkan sebaliknya justru akan menghancurkan manyarakat serta menimbulkan kerusakan baik di daratan maupun di lautan, karena ulah manusia yang tidak bermoral. Dengan mempelajari, menghayati serta mengamalkan ilmu akhlak diharapkan manusia mampu untuk mengendalikan diri, memperhatikan kepentingan orang lain, penuh tenggang rasa, mampu memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Kesemuanya ini memerlukan penanaman iman dan takwa kepada Allah Swt.

       Suatu umat atau bangsa yang tinggi ilmunya akan tetapi rendah akhlaknya, maka kehidupannya akan kacau balau dan berantakan sebagaimana hal ini dinyatakan oleh salah seorang penyair bernama Syauqi beik yang berbunyi :

اِنَّمَا الاْ ُمَمُ الاْ َخْلاَقُ مَابَقِيَتْ * فَاِنْ هُمُ ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا

Artinya : “ Sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai akhlak yang mulia; Maka apabila akhlak yang mulia itu telah hilang maka hancurlah bangsa itu “[5].

 Untuk menghindari kehancuran suatu bangsa, masyarakat ( khususnya para pemimpin yang menjadi suri tauladan ) harus berusaha mempraktekkan akhlak dan moralitas yang baik. Sebagaimana firman Allah Swt surat al-Ra’d ( 13 ) ayat 11 yang berbunyi :

اِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِاَنْفُسِهِمْ وَاِذَا اَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوْءًا فَلاَ مَرَدَّلَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُوْنِهِ مِنْ وَّالٍ   

Artinya : ” Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia “[6].

        Dengan demikian ilmu akhlak diperlukan untuk memberantas penyakit kejahatan, kekejian, kemungkaran, kedholiman, kemaksiatan, pemerasan dan segala keburukan lainnya yang ada pada diri manusia.


[1] . Ahmad Amin ( 1967 ). Op. cit, hal : 2.

[2] . Muhammad al-Ghozali ( Terj ) Moch. Rifa’I ( 1993 ). Akhlak seorang Muslim, Semarang : Wicaksana, hal : 68.

[3] . Ahmad Amin ( 1967 ). Op. cit, hal : 1.

[4] . Mustafa Zuhri ( 1995 ). Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya : Bina Ilmu, hal : 67.

[5] . Rachmat Djatnika ( 1992 ). Op.cit, hal : 15.

[6] . Depag RI ( 1982 ). Op.cit, hal : 370.

Tinggalkan komentar